Sang Ibu,Sang Guru
Jika berbicara tentang
keluarga yang paling dekat setelah Ayah,Ibu,Kakak dan Adik tentu saya akan
mengatakan nenek,Nenek saya bernama Simpen nama orang zaman dahulu,beliau
menikah dengan kakek saya yang bernama Parto,dari pernikahan itu beliau
dikaruniai 4 orang anak yang pertama Bude Muz,kedua Bude Sri,Ketiga Pakde
Wachid dan terakhir Dahlan ayah saya.
Sebagai seorang ibu
Nenek termasuk orang yang sangat baik terhadap anak-anaknya,dalam aspek
pendidikan nenek merupakan seorang yang sangat gigih untuk mendorong
anak-anaknya melanjutkan kejenjang tertinggi kuliah pada masa itu,Alhamdulillah
walau lama pada akhirnya pakde Wachid nebjadi sarjana pertama dalam keluarga
kami.begitu bangganya beliau pada pakde.walau begitu nenek tidak pernah pilih
kasih terhadap anak-anaknya.Sifatnya yang penyayang dan tegas membuat beliau
tampak mandiri diusianya yang mulai senja.rumah yang beliau miliki ditinggali
oleh kami sekeluarga,sedang beliau tinggal rumah pakde wachid yang letaknya tepat
didepan rumah kami.disanalah beliau tinggal,dan melaksanakan aktifitas
sehari-hari,layaknya perempuan zaman dulu yang tidak bisa jika hanya duduk diam
selalu ada saja hal-hal yang dilakukan mulai dari berkebun,beternak dan
lain-lain.
Kebun disamping rumah
ditanami palawija,sedang dibelakang ditanami pohon kelapa,gadung dan pohon
randu,ada juga mangga tapi sudah ada sejak dulu kala,juga ada bamboo,kalau ini
hampir setiap keluarga didesa kami memiliki tanaman ini.setiap sore tugas saya
adalah menyiram kelapa-kelapa kecil itu,dan pada waktu-waktu tertentu kami
membersihkan daun-daunan yang berjatuhan.sebagian dapur dipakai sebagai kandang
ayam dan itik,sebagian lagi tungku untuk masak dan kamar mandi.
Tentang hubungan saya
dan nenek bisa dibilang istimewa,mbah putrid hidup sendiri sejak mbah Parto
meninggal ketika setahun sebelum saya masuk TK,sejak kecil saya tinggal dengan
Nenek,saya memanggilnya mbah Putri,seperti halnya orang-orang tua yang lain
Mbah putri sangat mencintai cucu-cucunya termasuk saya,saya hampir setiap hari
berada dirumah mbah putri,Ayah yang bekerja diluar kota dan Ibu yang bekerja
sampai sore hari dan ketidak mampuan saya untuk bergaul diluar rumah membuat
saya otomatis berada bersama nenek sepanjang hari.selain ulet mabah putrid juga
seorang yang agamis dan pantang menyerah,keingintahuan beliau akan agama begitu
besar,dan yang paling salut adalah dengan keterbatasan beliau dalam melihat
ditambah dengan kenyataan bahawa beliau adalah seorang yang buta huruf,tapi
demi belajar beliau tetap gigih apa yang beliau bilang kepada saya pada waktu
kecil terus saya kenang dan ukir dalam hati “Kemanapun kamu pergi,apapun yang
terjadi jangan pernah menyerah untuk menuntut ilmu,relakan semuanya jika perlu
demi cita-citamu,kami ini orang tua le’ hanya butuh do’amu ketika kami sudah
tidak ada”.cerita-cerita mbah putri adalah cerita-cerita favorit saya sebelum
tidur,jika ibu sering menceritakan tentang kisah Nabi-nabi dan sahabat
Rasulullah maka mbah putri lebih sering menceritakan tentang cerita masa lalunya,sembari mengelus
kepalanya beliau bercerita
“Dulu ketika zaman
belanda masih enak le tidak seperti ketika zaman jepang datang,ketika zaman
belanda mbah putri dan mbah kung kalau nabung didalam lampu templek yang
digantung diruang tamu,biarin uangnya campur sama minyak yang penting ndak
sampai dirampas kompeny” cerita beliau
sembari mengusap-usap rambut saya
“la kalau zaman jepang
gimana mbah?kok katanya lebih enak zaman belanda?”tanyaku
“zaman jepang itu
sadis le,apapun mereka ambil,semua orang pada takut bahkan buku-buku mereka
bakar,kamu tahu kan le kalau mbahmu ini ndak bisa baca,sedang mbah kungmu itu
orang pinter,bukunya banyak,waktu nipon datang mbahmu ini ketakutan
buku-bukunya mbah kungmu mbah taruh diantara pelepah pisang,sampai buku-buku
itu ndak bsa dibaca”katanya sambil menerawang.
“sekolah yang tinggi
le,yang pinter,jangan seperti mbahmu yang ndak bisa baca ini,mbah pengen lihat
anak cucunya sekolah tinggi,kalau bisa sampai sarjana”ujarnya lagi
Lalu mbah putri
bercerita tentang perjuangannya menyekolahkan anak-anaknya dan kehidupan
sehari-hari zaman itu,mulai dari masa kecil ayah yang ingin jadi
dalang,kecelakaan bude mus dan keseharian keluarga ini dalam mencari rezeki.
Saya hanya diam
menikmati usapan penuh kasih sayang dari beliau.
Selain tekun dan ulet
Mbah juga punya kemauan yang tinggi dalam segala hal,karna buta huruf mbah
Putri hanya hafal beberapa surat pendek saja untuk dibaca dalam sholat,suatu
ketika beliau ingin sekali menghafal surat Yasin hal ini karena disebabkan
karena Fadhilah dari surat tersebut.keinginan beliau sampaikan kepada Ayah
ketika berada dirumah,masalahnya adalah beliau yang buta huruf.
“Lan aku ini lo
kepingin bisa baca yasin,kamu tahu kan aku ini cuma hafal beberapa surat-surat
pendek,selain itu aku ndak bisa,kanjeng Nabi itu kan pernah bilang bahwa
fadhilah yasin itu banyak dan kegunaannya pun banyak ajari aku kenapa le” ujar
beliau
“wah Bu kalau saya dan
ibu anak-anak kan ada kesibukan kerja nanti malah ndak bisa konsisten,biar
Syahid kalau pulang setiap kamis jum’at yang ngajari”Jawab ayah lembut
“trus piye carane le?”Tanya
mbah
“Biar Syahid yang
bacakan njenengan mendengarkan lalu mengulangi,kalau ayatnya pendek 2-3 ayat
njenengan ulang-ulang,kalau panjang satu ayat saja biar tidak mudah lupa”Ayah
menjelaskan
“iya aku setuju dengan
usulanmu insya Allah baik” kata mbah putrid dengan wajah berbinar
Sejak saat itu mbah putri
sedikit demi sedikit menghafal satu persatu ayat dari surat yasin,setiap kali
mas Syahid dating beliau membaca hafalan-hafalan yang telah lalu sebelum Mas
Syahid menambah dengan hafalan yang baru.saya lihat wajah beliau berseri-seri
dan hampir setiap waktu ketika sendirian beliau mengulang-ulang hafalan tersebut.
Selain itu mbah Putri
juga seorang yang agamis Sholat 5 waktu selalu beliau laksanakan dimasjid belum
lagi sholat Dhuha dan tahajjud yang hampir tidak pernah lobang,seringkali
ketika malam saya terbangun beliau menangis tersedu-sedu memohon ampunan pada
Allah,serta tidak pernah lupa beliau cantumkan nama-nama kami dalam do’a-do’a panjangnya.
Setelah saya masuk ke
ma’had mbah putri sering tinggal sendiri dan kadang-kadang kala ditemani oleh
adik Ipul,pada saat saya masuk kelas 2 Mts kesehatan beliau menurun hal itu
memyebabkan beliau tidak lagi bisa sholat berjama’ah dimasjid,bahkan dirumahpun
sholat beliau diatas kursi,karena tidak sanggup lagi untuk sujud.Suatu kali ketika saya
duduk dikelas 2 MA,ketika itu liburan hampir selesai biasanya sebelum kembali kema’had
mbah menyempatkan diri untuk memijit saya.saat itu sudah pukul 8 malam ketika
mbah tiba-tiba datang kerumah dengan terburu-buru.
“Ada apa bu kok
malam-malam kesini??”Tanya ibuku heran
“katanya Aan habis
jatuh dan sudah mau balik kepondok besok,kok ndak kerumah??”jawab beliau
“iya,ini tadi baru mau
kesana kok njenengan sudah kesini,saya panggilkan dulu ya!”kata ibu sambil
memanggil saya dikamar.
“dicari mbahmu didepan
katanya mau pijit?”kata ibu
“lo mbah kesini??iya
saya kedepan”jawab saya pada ibu
“cepetan ditunggu”kata
ibu lagi
“iya”jawab saya sembil
menuju keruang tamu
Diruang tamu mbah sudah menunggu beliau duduk diam dikursi
berpangku pada tongkat kayu yang biasa dipakai sebagai penopang beliau ketika berjalan
sehari-hari,wajah tuanya tampak tenang,rambut-rambut putih yang hampir memenuhi semua bagian kepala
beliau,matanya syahdu tenang menatap jalanan yang kosong dan sepi,bibirnya
bergerak-gerak mengucap tasbih,saya terpana melihat pemandangan yang tidak biasa
itu dan pemandangan pasti tidak akan pernah saya lupakan.
“lo mbah kok
kesini,saya tadi lo mau kesana?”kata saya sambil mencium tangan beliau
“iya mbah tadi pengen
saja kesini katanya peyan mau pijit ayo sini”kata beliau lembut
Saya segera melepas
baju dan duduk dibawah beliau.
“Bismillah”kata beliau
mulai memijit punggung saya
Pijatannya lembut penuh kasih sayang,sejak dulu sampai sekarang pijatan itu tidak pernah terlupa.
Pijatannya lembut penuh kasih sayang,sejak dulu sampai sekarang pijatan itu tidak pernah terlupa.
“gimana sekolahmu le?”Tanya
mbah
“Alhamdulillah mbah
baik,lancar” jawab saya
“belajar yang rajin ya
le,katanya pean mau kemesir???tanya beliau
“iya mbah do’anya saja
biar bisa kesana”jawabku
“iya le insya
Allah,sebenarnya mbahmu ini khawatir,pyan orangnya suka sakit-sakitan,takutnya
ntar disana sakit Ayah Ibumu yang repot,apalagi jarak darisini kesana jauh,ndak
cari yang dekat-dekat sajatah??”Tanya beliau ramah
“Sudah tekad bulat
mbah,insya Allah dimudahkan.Ayah dan Ibu juga insya Allah sudah bisa
mengikhlaskan kalau saya benar-benar bisa kesana suatu saat nanti”jawab saya
“ya sudah kalau begitu
jaga kesehatan,mbahmu ini selalu mendo’akan anak cucunya jadi orang-orang yang
sholeh,sukses.mbah pengen lihat anak cucunya sarjana.kalau sudah punya tekad
jangan pernah mundur apapun yang dihadapi,selalu dahulukan Allah
le.sering-sering berdo’a minta pada-NYA jika ada dalam kesulitan dan jangan
lupa banyak bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan,kalau kamu dan
saudara-saudaramu sukses mbah ikut senang ”kata nenek sembil meyuruh saya
tiduran beliau mulai memijit perut saya.
Saya hanya diam mendengarkan sambil sesekali mengiyakan.
Sering sekali mbah
mengatakan kata-kata itu,bagi saya itu pengingat sekaligus penguat dengan do’a-do’a
beliau sebagai penambah semangat tapi entah kenapa malam ini nasehat-nasehat
beliau terasa menusuk di dalam hati.
“jaga selalu tali
silaturrahim jangan pernah memutus kerabat le,kalau ada salah faham segera
diperbaiki,jangan ada iri,dengki,dendam antar saudara dan jangan lupa do’akan
orang tuamu,do’akan selalu keluargamu ini dalam kebaikan”
“iya nek insya Allah”
Malam semakin larut
mbah putri meneruskan pijitannya sembari bertanya ini itu dan menasehati banyak
hal.
Dua minggu setelah
hari itu saya mendengar Mbah putri sakit dan sedang diopname dirumah sakit,saya segera
mengurus surat perpulangan dari ma'had ketika mendengar hal tersebut.ketika saya pulang hal tidak biasa terjadi pada saya,saya berjalan kaki dari Peterongan kerumah yang kurang lebih berjarak 2
km dan yang lebih aneh saya berjalan dengan pikiran kosong.
Saya baru sadar ketika
sesampainya dirumah,saya melihat banyak orang berkumpul dihalaman,secara reflek saya segera berlari kedalam
rumah,pikiran saya kacau melihat suasana tidak biasa itu,apalagi ketika saya jumpai adik saya
duduk sendirian disamping rumah sambil menangis tersedu-sedu,ketika melihat saya
datang dia langsung menghambur memeluk saya,air matanya jatuh beruraian,saya
pun tidak kuasa membendung air mata saya yang tiba-tiba ikut jatuh tanpa alasan ditambah dengan kesedihan yang mulai merasuk.didalam
rumah saya masih tidak melihat ayah,ibu dan nenek,banyak kerabat dan tetangga
disana,semuanya diam dalam tangis dan fikirannya masing-masing.entah lupa atau bagaimana mereka tidak memberitahu saya ada apa bahkan saya seperti seseorang yang tidak tampak dimata mereka.tapi saya sadar dengan semua itu,bahwa nasehat dan pijitan mbah putri malam itu,adalah nasehat dan pijitan terakhir buat saya.
Innalillahi wa inna ilahi raji'un
Allahumma firlaha
warhamha wa afihi wa’fu anha
0 komentar:
Posting Komentar