Pages

Sabtu, 22 September 2012

MBAH PUTRI



Sang Ibu,Sang Guru


Jika berbicara tentang keluarga yang paling dekat setelah Ayah,Ibu,Kakak dan Adik tentu saya akan mengatakan nenek,Nenek saya bernama Simpen nama orang zaman dahulu,beliau menikah dengan kakek saya yang bernama Parto,dari pernikahan itu beliau dikaruniai 4 orang anak yang pertama Bude Muz,kedua Bude Sri,Ketiga Pakde Wachid dan terakhir Dahlan ayah saya.
Sebagai seorang ibu Nenek termasuk orang yang sangat baik terhadap anak-anaknya,dalam aspek pendidikan nenek merupakan seorang yang sangat gigih untuk mendorong anak-anaknya melanjutkan kejenjang tertinggi kuliah pada masa itu,Alhamdulillah walau lama pada akhirnya pakde Wachid nebjadi sarjana pertama dalam keluarga kami.begitu bangganya beliau pada pakde.walau begitu nenek tidak pernah pilih kasih terhadap anak-anaknya.Sifatnya yang penyayang dan tegas membuat beliau tampak mandiri diusianya yang mulai senja.rumah yang beliau miliki ditinggali oleh kami sekeluarga,sedang beliau tinggal rumah pakde wachid yang letaknya tepat didepan rumah kami.disanalah beliau tinggal,dan melaksanakan aktifitas sehari-hari,layaknya perempuan zaman dulu yang tidak bisa jika hanya duduk diam selalu ada saja hal-hal yang dilakukan mulai dari berkebun,beternak dan lain-lain.


Kebun disamping rumah ditanami palawija,sedang dibelakang ditanami pohon kelapa,gadung dan pohon randu,ada juga mangga tapi sudah ada sejak dulu kala,juga ada bamboo,kalau ini hampir setiap keluarga didesa kami memiliki tanaman ini.setiap sore tugas saya adalah menyiram kelapa-kelapa kecil itu,dan pada waktu-waktu tertentu kami membersihkan daun-daunan yang berjatuhan.sebagian dapur dipakai sebagai kandang ayam dan itik,sebagian lagi tungku untuk masak dan kamar mandi.

Tentang hubungan saya dan nenek bisa dibilang istimewa,mbah putrid hidup sendiri sejak mbah Parto meninggal ketika setahun sebelum saya masuk TK,sejak kecil saya tinggal dengan Nenek,saya memanggilnya mbah Putri,seperti halnya orang-orang tua yang lain Mbah putri sangat mencintai cucu-cucunya termasuk saya,saya hampir setiap hari berada dirumah mbah putri,Ayah yang bekerja diluar kota dan Ibu yang bekerja sampai sore hari dan ketidak mampuan saya untuk bergaul diluar rumah membuat saya otomatis berada bersama nenek sepanjang hari.selain ulet mabah putrid juga seorang yang agamis dan pantang menyerah,keingintahuan beliau akan agama begitu besar,dan yang paling salut adalah dengan keterbatasan beliau dalam melihat ditambah dengan kenyataan bahawa beliau adalah seorang yang buta huruf,tapi demi belajar beliau tetap gigih apa yang beliau bilang kepada saya pada waktu kecil terus saya kenang dan ukir dalam hati “Kemanapun kamu pergi,apapun yang terjadi jangan pernah menyerah untuk menuntut ilmu,relakan semuanya jika perlu demi cita-citamu,kami ini orang tua le’ hanya butuh do’amu ketika kami sudah tidak ada”.cerita-cerita mbah putri adalah cerita-cerita favorit saya sebelum tidur,jika ibu sering menceritakan tentang kisah Nabi-nabi dan sahabat Rasulullah maka mbah putri lebih sering menceritakan tentang cerita masa lalunya,sembari mengelus kepalanya beliau bercerita
“Dulu ketika zaman belanda masih enak le tidak seperti ketika zaman jepang datang,ketika zaman belanda mbah putri dan mbah kung kalau nabung didalam lampu templek yang digantung diruang tamu,biarin uangnya campur sama minyak yang penting ndak sampai dirampas  kompeny” cerita beliau sembari mengusap-usap rambut saya
“la kalau zaman jepang gimana mbah?kok katanya lebih enak zaman belanda?”tanyaku
“zaman jepang itu sadis le,apapun mereka ambil,semua orang pada takut bahkan buku-buku mereka bakar,kamu tahu kan le kalau mbahmu ini ndak bisa baca,sedang mbah kungmu itu orang pinter,bukunya banyak,waktu nipon datang mbahmu ini ketakutan buku-bukunya mbah kungmu mbah taruh diantara pelepah pisang,sampai buku-buku itu ndak bsa dibaca”katanya sambil  menerawang.
“sekolah yang tinggi le,yang pinter,jangan seperti mbahmu yang ndak bisa baca ini,mbah pengen lihat anak cucunya sekolah tinggi,kalau bisa sampai sarjana”ujarnya lagi
Lalu mbah putri bercerita tentang perjuangannya menyekolahkan anak-anaknya dan kehidupan sehari-hari zaman itu,mulai dari masa kecil ayah yang ingin jadi dalang,kecelakaan bude mus dan keseharian keluarga ini dalam mencari rezeki.
Saya hanya diam menikmati usapan penuh kasih sayang dari beliau.

Selain tekun dan ulet Mbah juga punya kemauan yang tinggi dalam segala hal,karna buta huruf mbah Putri hanya hafal beberapa surat pendek saja untuk dibaca dalam sholat,suatu ketika beliau ingin sekali menghafal surat Yasin hal ini karena disebabkan karena Fadhilah dari surat tersebut.keinginan beliau sampaikan kepada Ayah ketika berada dirumah,masalahnya adalah beliau yang buta huruf.
“Lan aku ini lo kepingin bisa baca yasin,kamu tahu kan aku ini cuma hafal beberapa surat-surat pendek,selain itu aku ndak bisa,kanjeng Nabi itu kan pernah bilang bahwa fadhilah yasin itu banyak dan kegunaannya pun banyak ajari aku kenapa le” ujar beliau
“wah Bu kalau saya dan ibu anak-anak kan ada kesibukan kerja nanti malah ndak bisa konsisten,biar Syahid kalau pulang setiap kamis jum’at yang ngajari”Jawab ayah lembut
“trus piye carane le?”Tanya mbah
“Biar Syahid yang bacakan njenengan mendengarkan lalu mengulangi,kalau ayatnya pendek 2-3 ayat njenengan ulang-ulang,kalau panjang satu ayat saja biar tidak mudah lupa”Ayah menjelaskan
“iya aku setuju dengan usulanmu insya Allah baik” kata mbah putrid dengan wajah berbinar

Sejak saat itu mbah putri sedikit demi sedikit menghafal satu persatu ayat dari surat yasin,setiap kali mas Syahid dating beliau membaca hafalan-hafalan yang telah lalu sebelum Mas Syahid menambah dengan hafalan yang baru.saya lihat wajah beliau berseri-seri dan hampir setiap waktu ketika sendirian beliau mengulang-ulang hafalan tersebut.

Selain itu mbah Putri juga seorang yang agamis Sholat 5 waktu selalu beliau laksanakan dimasjid belum lagi sholat Dhuha dan tahajjud yang hampir tidak pernah lobang,seringkali ketika malam saya terbangun beliau menangis tersedu-sedu memohon ampunan pada Allah,serta tidak pernah lupa beliau cantumkan nama-nama kami dalam do’a-do’a panjangnya.

Setelah saya masuk ke ma’had mbah putri sering tinggal sendiri dan kadang-kadang kala ditemani oleh adik Ipul,pada saat saya masuk kelas 2 Mts kesehatan beliau menurun hal itu memyebabkan beliau tidak lagi bisa sholat berjama’ah dimasjid,bahkan dirumahpun sholat beliau diatas kursi,karena tidak sanggup lagi untuk sujud.Suatu kali ketika saya duduk dikelas 2 MA,ketika itu liburan hampir selesai biasanya sebelum kembali kema’had mbah menyempatkan diri untuk memijit saya.saat itu sudah pukul 8 malam ketika mbah tiba-tiba datang kerumah dengan terburu-buru.
“Ada apa bu kok malam-malam kesini??”Tanya ibuku heran
“katanya Aan habis jatuh dan sudah mau balik kepondok besok,kok ndak kerumah??”jawab beliau
“iya,ini tadi baru mau kesana kok njenengan sudah kesini,saya panggilkan dulu ya!”kata ibu sambil memanggil saya dikamar.
“dicari mbahmu didepan katanya mau pijit?”kata ibu
“lo mbah kesini??iya saya kedepan”jawab saya pada ibu
“cepetan ditunggu”kata ibu lagi
“iya”jawab saya sembil menuju keruang tamu
Diruang tamu  mbah sudah menunggu beliau duduk diam dikursi berpangku pada tongkat kayu yang biasa dipakai sebagai penopang beliau ketika berjalan sehari-hari,wajah tuanya tampak tenang,rambut-rambut putih  yang hampir memenuhi semua bagian kepala beliau,matanya syahdu tenang menatap jalanan yang kosong dan sepi,bibirnya bergerak-gerak mengucap tasbih,saya terpana melihat pemandangan yang tidak biasa itu dan pemandangan pasti tidak akan pernah saya lupakan.
“lo mbah kok kesini,saya tadi lo mau kesana?”kata saya sambil mencium tangan beliau
“iya mbah tadi pengen saja kesini katanya peyan mau pijit ayo sini”kata beliau lembut
Saya segera melepas baju dan duduk dibawah beliau.
“Bismillah”kata beliau mulai memijit punggung saya
  Pijatannya lembut penuh kasih sayang,sejak dulu sampai sekarang pijatan itu tidak pernah terlupa.
“gimana sekolahmu le?”Tanya mbah
“Alhamdulillah mbah baik,lancar” jawab saya
“belajar yang rajin ya le,katanya pean mau kemesir???tanya beliau
“iya mbah do’anya saja biar bisa kesana”jawabku
“iya le insya Allah,sebenarnya mbahmu ini khawatir,pyan orangnya suka sakit-sakitan,takutnya ntar disana sakit Ayah Ibumu yang repot,apalagi jarak darisini kesana jauh,ndak cari yang dekat-dekat sajatah??”Tanya beliau ramah
“Sudah tekad bulat mbah,insya Allah dimudahkan.Ayah dan Ibu juga insya Allah sudah bisa mengikhlaskan kalau saya benar-benar bisa kesana suatu saat nanti”jawab saya
“ya sudah kalau begitu jaga kesehatan,mbahmu ini selalu mendo’akan anak cucunya jadi orang-orang yang sholeh,sukses.mbah pengen lihat anak cucunya sarjana.kalau sudah punya tekad jangan pernah mundur apapun yang dihadapi,selalu dahulukan Allah le.sering-sering berdo’a minta pada-NYA jika ada dalam kesulitan dan jangan lupa banyak bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan,kalau kamu dan saudara-saudaramu sukses mbah ikut senang ”kata nenek sembil meyuruh saya tiduran beliau mulai memijit perut saya.
Saya hanya diam  mendengarkan sambil sesekali mengiyakan.
Sering sekali mbah mengatakan kata-kata itu,bagi saya itu pengingat sekaligus penguat dengan do’a-do’a beliau sebagai penambah semangat tapi entah kenapa malam ini nasehat-nasehat beliau  terasa menusuk di dalam hati.
“jaga selalu tali silaturrahim jangan pernah memutus kerabat le,kalau ada salah faham segera diperbaiki,jangan ada iri,dengki,dendam antar saudara dan jangan lupa do’akan orang tuamu,do’akan selalu keluargamu ini dalam kebaikan”
“iya nek insya Allah”
Malam semakin larut mbah putri meneruskan pijitannya sembari bertanya ini itu dan menasehati banyak hal.

Dua minggu setelah hari itu saya mendengar Mbah putri sakit dan sedang diopname dirumah sakit,saya segera mengurus surat perpulangan dari ma'had ketika mendengar hal tersebut.ketika saya pulang hal tidak biasa terjadi pada saya,saya berjalan kaki dari Peterongan kerumah yang kurang lebih berjarak 2 km dan yang lebih aneh saya berjalan dengan pikiran kosong.
Saya baru sadar ketika sesampainya dirumah,saya melihat banyak orang berkumpul dihalaman,secara reflek saya segera berlari kedalam rumah,pikiran saya kacau melihat suasana tidak biasa itu,apalagi ketika saya jumpai adik saya duduk sendirian disamping rumah sambil menangis tersedu-sedu,ketika melihat saya datang dia langsung menghambur memeluk saya,air matanya jatuh beruraian,saya pun tidak kuasa membendung air mata saya yang tiba-tiba ikut jatuh tanpa alasan ditambah dengan kesedihan yang mulai merasuk.didalam rumah saya masih tidak melihat ayah,ibu dan nenek,banyak kerabat dan tetangga disana,semuanya diam dalam tangis dan fikirannya masing-masing.entah lupa atau bagaimana mereka tidak memberitahu saya ada apa bahkan saya seperti seseorang yang tidak tampak dimata mereka.tapi saya sadar dengan semua itu,bahwa nasehat dan pijitan mbah putri malam itu,adalah nasehat dan pijitan terakhir buat saya.

Innalillahi wa inna ilahi raji'un

Allahumma firlaha warhamha wa afihi wa’fu anha

0 komentar:

Posting Komentar